Hak Perempuan Menikah Tanpa Wali Pandangan Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ja’fari

SYAUQISYAH, RIFQI (2019) Hak Perempuan Menikah Tanpa Wali Pandangan Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ja’fari. Undergraduate thesis, IAIN Jember.

[img] Text
RIFQI SYAUQISYAH_S20151016.pdf - Submitted Version

Download (9MB)

Abstract

Konsep Keberadaan wali dalam pernikahan masih menjadi pembahasan hangat dikalangan ulama, perbedaan itu muncul karna banyak penafsiran yang berbeda dalam subtansi dari ayat al-Qur’an dan as-Sunnah. Di dalam ayat al- Qur’an sendiri tidak ada satu ayat yang khusus membahas mengenai keberdaan wali dalam pernikahan itu sendiri, oleh karenaitu ada dua Imam yang beda penafsiran mengenai wali yaitu Imam Syafi’i dan Imam Ja’far kedua Imam tersebut sama-sama mempunyai dalil sebagai penguat pendapatnya. Fokus kajian dalam penelitian ini yaitu: a). Bagaimana konsep wali dalam hukum perkawinan dalam pandangan Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ja’fari. b). Bagaimana epistemologi hukum islam perempuan menikah tanpa wali perspektif Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ja’fari. c). Apa konsekuensi nikah tanpa wali dalam hukum Islam di indonesia. Tujuan dalam penelitian ini adalah: a). Untuk mengetahui konsep wali dalam hukum perkawinan dalam pandangan Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ja’fari. b). Untuk mengetahui epistimologi hukum islam perempuan menikah tanpa wali perspektif Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ja’fari. c).Untuk mengetahui konsekuensi nikah tanpa wali dalam hukum Islam di indonesia. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kulitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi data dan display data. Keabsahan data menngunakan triangulasi. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah: a). Menurut madzhab Syafi’i seseorang perempuan yang ingin melakukan pernikahan harus mempunyai seorang wali, karena wali mempunyai kedudukan sebagai salah satu rukun yang harus dipenuhi dalam pernikahan, maka jika tidak ada wali pernikahannya batal. Sedangkan menurut Imam Ja’far perempuan tidak apa-apa menikah tanpa wali asalkan sekufu’, karena wali tidak termasuk syarat sah pernikahan. b). Dalam mengistinbatkan hukum Imam Syafi’i dan Imam Ja’far tetap bersumber kepada Al-qur’an sebagai sumber paling utama, keduanya hanya berbeda penggalian hukum setelah sumber hukum Ijma’ yaitu Imam Syafi’i menggunakan Qiyas setelah Ijma’, sedangkan sumber hukum yang di gunakan oleh Imam Ja’far setelah Ijma’ adalah sumber hukum Akal. c). Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pernikahan harus ada wali sebagaimana yang terkandung dalam pasal 19, 20, 21, 22, 23, 107, 108, 109, 110, 111, 112. Subtansi dari semua pasal tersebut tidak ada yang menbolehkan atau menjelaskan menikah tanpa wali, dalam konteks hukum indonesia yaitu KHI maka pernikahan seseorang yang tidak menghadirkan wali dalam akad maka batal pernikahannya.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Divisions: Fakultas Syariah > Ahwal As-Syakhsyiyyah
Depositing User: Mr abdul mangang
Date Deposited: 26 Oct 2022 07:41
Last Modified: 26 Oct 2022 07:41
URI: http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/14074

Actions (login required)

View Item View Item