Analisis Hukum Islam Terhadap Kedudukan Wali Dan Saksi Yang Difabel Dalam Pasal 22 Dan Pasal 25 Kompilasi Hukum Islam.

Komala, Nur (2017) Analisis Hukum Islam Terhadap Kedudukan Wali Dan Saksi Yang Difabel Dalam Pasal 22 Dan Pasal 25 Kompilasi Hukum Islam. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

[img] Text
Nur Komala _0839115004.pdf

Download (4MB)

Abstract

Rukun dan syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 harus ada calon suami dan calon istri, wali nikah dan dua orang saksi dan ijab qabul. Ketentuan Pasal 22 KHI yang menyatakan bahwa wali nikah yang tuna wicara dan tuna rungu menjadi gugur sebagai wali demikian juga ketentuan pasal 25 KHI yang menyatakan saksi tuna rungu atau tuli terhalangi haknya sebagai saksi. Dengan demikian wali dan saksi yang tuna wicara dan tuna rungu atau tuli disebut dengan difabel. Ketentuan kedua pasal ini juga tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 Pasal 5 yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama sebagai warga negara Indonesia. Ketentuan yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia merupakan doktrin dari para Imam Mazhab. Rumusan Masalah: 1) Bagaimana kedudukan wali nikah yang tuna wicara dan tuna rungu dalam Kompilasi Hukum Islam? 2) Bagaimana kedudukan saksi nikah yang tuna rungu dalam Kompilasi Hukum Islam? 3) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap kedudukan wali nikah yang tuna wicara dan tuna rungu dan saksi nikah yang tuna rungu dalam pasal 22 dan pasal 25 Kompilasi Hukum Islam? 4) Bagaimana solusi bagi wali dan saksi nikah yang tuna rungu ? Metode penelitian: Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) dan pendekatan konsep (Conseptual Approach). Jenis penelitiannya Kepustakaan (Library Research). Tekhnik pengumpulan data secara dokumentasi dan analisa data menggunakan konten analisis. Keabsahan data secara kredibilitas dan triangulasi sumber dalam hal ini adalah triagulasi data. Kesimpulan bahwa kedudukan wali nikah yang tuna wicara dan rungu dalam KHI Islam tidak sah karena saksi harus mendengar dan bisa berbicara. Kedudukan saksi yang tuna rungu dalam KHI tidak sah karena saksi harus mendengar. Analisis Hukum Islam memandang bahwa wali nikah yang tuna wicara dan tuna rungu dan saksi nikah yang tuna rungu yang terdapat dalam KHI. KHI mensyaratkan bahwa wali harus bisa berbicara dan mendengar padahal pendapat para Imam madzhab tidak dijumpai tentang syarat untuk menjadi wali nikah yang tuna wicara dan tuna rungu. KHI juga mensyaratkan bahwa saksi harus bisa mendengar. Menurut Imam Syafi’i, Hanbali dan Hanafi kecuali Imam Malik yang memandang bahwa saksi yang tuna rungu tidak sah menjadi saksi sehingga jelaslah bahwa dalam syarat saksi, KHI lebih dominan kepada pendapat Imam Syafi’i, Hanbali dan Hanafi daripada pendapat Imam Maliki. Kata Kunci : Wali, Saksi, tuna wicara dan tuna rungu.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180127 Mu'amalah (Islamic Commercial & Contract Law) > 18012799 Mu'amalah (Islamic Commercial & Contract Law) not elsewhere classified
Divisions: Program Magister > Hukum Keluarga
Depositing User: Ms Retno Amelia
Date Deposited: 08 Mar 2023 06:53
Last Modified: 08 Mar 2023 06:53
URI: http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/19788

Actions (login required)

View Item View Item