Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Didirikan pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926, dengan demikian jamiyah ini telah berdiri selama hampir 1 abad. Dalam versi hijriah, dalam beberapa hari lagi NU bahkan sudah genap berusia 100 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, NU telah berperan penting dalam membentuk dan menjaga kebudayaan dan nilai-nilai Islam di Indonesia.
Mendigdayakan NU menjemput abad kedua adalah sebuah harapan untuk memperkuat dan memperbaharui peran NU dalam masyarakat Indonesia. Hal ini sangat penting mengingat tantangan-tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini, seperti polarisasi, radikalisme, dan globalisasi.
Untuk merealisasikan cita-cita itu tentu butuh perangkat yang sehat. Ibarat sebuah kendaraan, segala sesuatunya seperti onderdil dicek, barangkali ada onderdil yang lapuk dan perlu dibersihkan atau diganti. Intinya bersih-bersih dan cek-ricek sebelum melaju jauh pada abad kedua. Selain itu NU membutuhkan tenaga para penggerak yang kuat dan tangguh untuk memimpin organisasi ini menuju keberhasilan. Sebagai organisasi yang bertugas untuk memperkenalkan dan mempromosikan ajaran Islam dengan segala perangkat tradisi yang sebelumnya sudah ada, NU memiliki tanggung jawab besar untuk menjalankan misinya.
Menurut pemikiran Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, agar NU dapat mencapai kejayaan, semua harus konsisten dalam mengikuti dan mematuhi qanun asasi jamiyah. Kita harus siap untuk menanggung kesulitan material, kerugian harta, dan beban personal demi mencapai tujuan NU. Seperti para mujahid yang siap berperang demi agama, orang yang selalu berpuasa, atau individu yang menanggung hidup para janda dan fakir miskin.
Selain daripada itu, menurut penulis yang tak kalah pentingnya adalah spirit berjuang atau penggerak dalam jiwa Nahdliyin itu sendiri. Meminjam teori dalam ilmu pendidikan “Ruh al-Ustadzi afdhal min ath-thariqah wal mawadd”, jika digeser dalam konteks gerakan kira-kira bermakna “Semangat ber-NU lebih dulu justru yang paling utama daripada beragam program besar beserta perangkatnya”. Tentu peminjaman kaidah ini tidak bermaksud mengerdilkan unsur lain dan mengunggulkan unsur lainnya, namun dengan jiwa penggerak dan semangat ber-NU yang tinggi dapat menopang program-program besar yang ada, ditambah dengan perangkat-perangkat lainnya.
Para penggerak di NU adalah individu-individu yang mestinya memiliki sifat dan kepribadian seperti lebah. Seperti diketahui, lebah adalah satu hewan yang dikenal memiliki kemampuan untuk bekerja keras, berkoordinasi dengan baik, dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka.
Pertama, lebah dikenal memiliki etos kerja tinggi. Para penggerak di NU diharapkan memiliki semangat kerja yang tinggi. Mereka memahami betul bahwa sukses NU tergantung pada usaha dan kerja keras mereka. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk mempertahankan semangat dan antusiasme mereka dalam berjamiyah. Kedua, seperti lebah, para penggerak di NU memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik. Mereka memahami bahwa keberhasilan NU tidak dapat dicapai melalui usaha individual, melainkan melalui kerja sama dan kolaborasi yang baik. Maka, mereka selalu berusaha untuk bekerja sama dan memastikan bahwa setiap tugas dapat dikerjakan dengan efisien.
Ketiga, sebagaimana lebah, para penggerak di NU memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas. Mereka memahami bahwa memiliki tugas besar untuk memimpin NU menuju kejayaan. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk menunjukkan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diberikan kepada mereka. Keempat, layaknya lebah, para penggerak di NU memiliki visi dan misi yang jelas. Mereka memahami tujuan NU dan selalu berusaha untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil sesuai dengan visi dan misi NU. Ini memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil membawa NU menuju kejayaan.
Terakhir, lebah selalu satu komando dengan tidak pernah terlihat bercerai berai. Penggerak NU atau Nahdliyin harus satu komando, solid terhadap visi misi (dalam hal ini rais dan ketuanya) senyampang sesuai dengan kemaslahatan berbangsa dan beragama.
Secara keseluruhan, para penggerak di NU memiliki sifat dan kepribadian seperti lebah yang membuat mereka mampu memimpin NU menuju kejayaan. Kombinasi semangat kerja yang tinggi, kemampuan bekerja sama dan berkoordinasi, tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas, dan visi dan misi yang jelas, membuat mereka mampu memimpin NU menuju kebangkitan baru dalam memasuki abad kedua.