Tasawuf Kebinekaan di Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Februari 2023 21:32
Tulisan dari Fauzinuddin Faiz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Meresapi Ajaran Sufi Nusantara dalam Membangun Kerukunan dan Kebangsaan
Para peneliti dan akademisi dari berbagai disiplin keilmuan terus tertarik dengan kajian tentang tasawuf Nusantara. Salah satu karya terbaru yang menarik perhatian adalah buku berjudul “Tasawuf Kebinekaan di Nusantara: Artikulasi Sufi Nusantara dalam Merespons Problem Keberagaman, Keberagamaan, dan Sosial-Kebangsaan”. Karya ini tak hanya menarik dari segi penelitiannya, tetapi juga dari analisisnya yang kuat dan kekayaan datanya. Buku ini layak dikoleksi dan dibaca sebagai tambahan pengetahuan tentang dunia tasawuf Nusantara.
Buku ini menampilkan sembilan tokoh sufi Nusantara sebagai objek kajiannya dengan Wali Songo sebagai basis dasar dan living Exemplary, lalu konsep, pemikiran dan laku tasawufnya dikaitkan dengan permasalahan keberagaman, keberagamaan, dan sosial-kebangsaan yang ada di Indonesia. Penulis buku ini sangat kompeten dan mampu mengungkap data kepustakaan dan fakta di lapangan untuk menjawab masalah keagamaan dan kebangsaan. Penulis menemukan beragam respons dari masing-masing tokoh yang dikaji, tetapi dalam intisari yang sama, yaitu tasawuf adalah jalan paling "menjanjikan" untuk menjadi solusi dari kerumitan hidup umat manusia, baik secara individual maupun secara sosial-kemasyarakatan.
Buku ini terdiri dari 14 bab, dimulai dengan pendahuluan yang menjelaskan konteks kajian tasawuf kebinekaan, penyebutan istilah, dan kajian terdahulu. Bab-bab berikutnya membahas triologi sumber ajaran dalam bertasawuf kebinekaan, diskursus sufisme dan kebinekaan dalam Islam, serta para sufi yang mengartikulasikan tasawuf kebinekaan di Indonesia. Bab IV membahas Wali Songo, rujukan awal tasawuf kebinekaan di Nusantara, sedangkan Bab V hingga Bab IX membahas biografi dan pandangan tokoh-tokoh seperti Syekh Hasyim Asy'ari, Syekh Ihsan Jampes, KH Mukhtar Syafa'at, KH Abdul Hamid Pasuruan, dan KH Abdul Hamim Djazuli (Gus Miek). Bab X hingga Bab XIII membahas biografi dan pandangan Kyai Siddiq, Gus Dur, Kyai Husaini Ilyas, dan Kyai Sholeh Bahruddin terhadap kebinekaan di Nusantara. Buku ini diakhiri dengan bab penutup yang membahas implikasi ajaran dan praktek tasawuf kebinekaan Sufi Nusantara dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kelebihan buku ini, penulis sangat jeli dalam memilih tema dan isu yang diangkat karena tokoh-tokoh yang diangkat merupakan representasi dari tokoh spiritiualis muslim yang memiliki ribuan pengikut dan simpatisan baik dalam hal pemikirannya ataupun laku tasawufnya. Tidak hanya berhenti di situ, penulis berhasil mempertemukan secara filosofis-historis bahwa laku tasawuf dari sembilan tokoh ini ada cantolannya dari ulama sufi sebelumnya yaitu wali songo. Buku ini juga memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana tokoh-tokoh tersebut dapat mengartikulasikan tasawuf kebinekaan dalam merespons problem keberagaman dan keberagamaan di zamannya.
Walakin, buku ini dapat menjadi paket komplit dan bahkan buku babon jika ditambahkan bab (karena buku ini sangat tebal, bisa menjadi buku lanjutan) tentang bagaimana konsep dan pemikiran tasawuf sembilan tokoh ini mempengaruhi produksi hukum Islam di Indonesia, atau setidaknya dapat menjadi pegangan hidup para loyalisnya dari sisi hukum, setelah para loyalis mereka menjalankan laku tasawufnya (living tasawuf).
Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa tasawuf dapat dijadikan paradigma dan pendekatan dalam memproduksi hukum Islam, khususnya di Indonesia. Sebagai sebuah paham keagamaan, tasawuf mengajarkan kearifan lokal dan kesadaran tentang keberagaman dalam Islam. Hal ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang juga sangat heterogen.
Dalam tasawuf, terdapat konsep tawassul, yaitu usaha seseorang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui perantara atau mediator tertentu. Konsep ini dapat digunakan dalam membangun dialog antarumat beragama di Indonesia, yang memiliki berbagai agama dan keyakinan.
Selain itu, tasawuf juga mengajarkan tentang nilai-nilai kemanusiaan, seperti kasih sayang, empati, dan keadilan. Nilai-nilai ini sangat penting dalam membangun sebuah sistem hukum yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, beberapa tokoh tasawuf seperti Wali Songo dan Gus Dur telah mengajarkan tentang tasawuf kebinekaan, yang menekankan pentingnya keberagaman dalam Islam. Konsep ini dapat dijadikan sebagai landasan dalam memproduksi hukum Islam yang menghargai keberagaman dan kesetaraan dalam masyarakat.
Dalam memproduksi hukum Islam di Indonesia, pendekatan tasawuf dapat diaplikasikan melalui proses ijtihad, yaitu upaya untuk memproduksi hukum Islam yang sesuai dengan konteks dan kondisi masyarakat Indonesia. Dalam proses ijtihad, para ulama dan tokoh masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai tasawuf, seperti keberagaman, keadilan, dan kasih sayang, untuk menghasilkan hukum Islam yang lebih inklusif dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Lebih dari itu, Hadirnya buku ini sangat direkomendasikan bagi para peneliti dan akademisi yang tertarik dengan kajian tasawuf di Indonesia secara khusus, dan bagi agamawan, bangsa serta pelaku tasawuf secara umum.
Identitas Buku
Judul Buku : Tasawuf Kebinekaan di Nusantara: Artikulasi Sufi Nusantara dalam Merespons Problem Keberagaman, Keberagamaan, dan Sosial-Kebangsaan.
Penulis : Prof. Dr. H. Syamsun Ni'am, M.Ag.
Tahun Terbit : 2023
Tebal : 329 Halaman
Penerbit : Bildung Yogyakarta
ISBN : 978-623-8091-26-3
Peresensi : Muhammad Fauzinuddin Faiz, Dosen UIN Kiai Haji Achmad Shiddiq & Penulis Trilogi Buku “Mbah Kiai Syafa’at: Bapak Patriot dan Imam Al-Ghazalinya Tanah Jawa.