PENUNTUTAN TERHADAP PELAKU PERSETUBUHAN ANAK DIBAWAH UMUR OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI LAHAT (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAHAT NOMOR: 32/Pid.Sus-Anak/2022/PN Lht)

Wildatus, Shofiyah (2023) PENUNTUTAN TERHADAP PELAKU PERSETUBUHAN ANAK DIBAWAH UMUR OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI LAHAT (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LAHAT NOMOR: 32/Pid.Sus-Anak/2022/PN Lht). Undergraduate thesis, UIN KH Achmad Siddiq Jember.

[img] Text
wildatus FIX.pdf

Download (2MB)

Abstract

Kata Kunci: Penuntutan, Persetubuhan, Anak Dibawah Umur.
Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang memiliki tugas dan
wewenang melakukan penuntutan. Dalam pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dimana jaksa dalam
melakukan tugasnya harus sesuai dengan hukum dan hati nuraninya artinya
seorang Jaksa harus adil dalam memberikan tuntutan. Namun ada beberapa
oknum Jaksa yang memang tidak mengindahkan pasal tersebut, seperti kasus
persetubuhan anak dibawah umur yang terjadi di Kabupaten Lahat dimana pelaku
didakwa dengan Pasal 81 Ayat 1 UU SPPA dengan tuntutan 7 bulan penjara dan
Hakim memvonis 10 bulan dan 3 bulan pelatihan kerja. Tuntutan tersebut tidak
adil sebab Pasal 81 Ayat1 UU SPPA ancaman pidananya minimal 5 tahun penjara
dan maksimal 15 tahun penjara serta dendaRp. 5.000.000.000.00; (Lima miliar
Rupiah).
Berdasarkan latar belakang diatas maka fokus penelitian pada skripsi ini
adalah: 1) Apakah Jaksa Penuntut Umum diperbolehkan melakukan penuntutan
dibawah ancaman hukuman minimal dalam Pasal 81 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2) Apakah penerapan sanksi pidana
terhadap pelaku persetubuhan sudah sesuai.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:1) Bahwa tuntutan jaksa penuntut
umum terhadap perkara nomor 32/Pid.Sus-Anak/2022/PN Lht tersebut tidak
sesuai sebab jika dilihat didalam Pasal 81 Ayat 2 UU SPPA bahwa hukuman bagi
anak ialah ½ maksimal hukuman orang dewasa. Jika pelaku (anak yang
berhadapan dengan hukum) ini dituntut dengan Pasal 81 Ayat 1 UU SPPA dengan
ancaman pidana minimal 5 Tahun dan maksimal 15 Tahun serta denda 5 milyar
rupiah maka seharusnya JPU menuntutnya minimal 5 Tahun dan maksimal 7,5
Tahun. Atau setidak-tidaknya jika JPU berpedoman pada Pasal 8 Ayat 4 UU
Kejaksaan RI maka paling tidak jika JPU mau memberikan tuntutan dibawah
tuntutan minimal 2,5 Tahun. Maka dari itu tuntutan 7 bulan penjara ini kuranglah
tepat meskipun tidak ada aturan yang mengatur mengenai minimal penuntutan
yang bisa dikenanakan kepada anak. 2) Bahwa sanksi pidana tersebut tidak sesuai
sebab jika pelaku (anak yang berhadapan dengan hukum) ini dituntut dengan
Pasal 81 Ayat 1 UU SPPA maka seharusnya majelis hakim memberikan vonis
dengan batasan minimal 5 Tahun dan maksimal 7,5 Tahun sebagaimana diatur
dalam Pasal 81 Ayat 2 UU SPPA bahwa hukuman bagi anak ialah ½ maksimal
hukuman orang dewasa. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana
tertuang dalam Pasal 5 Ayat 1 UU Kekuasaan Kehakiman. Sehingga vonis dari
hakim tersebut setidaknya dapat mengurangi kepedihan dari pihak korban dan
juga dapat memberikan efek jera terhadap pelaku.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180102 Access to Justice
18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1801 Law > 180119 Law and Society
Divisions: Fakultas Syariah > Hukum Pidana Islam
Depositing User: Mrs Wildatus Shofiyah
Date Deposited: 08 Nov 2023 08:10
Last Modified: 08 Nov 2023 08:10
URI: http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/29271

Actions (login required)

View Item View Item