Fitriani, Nur (2024) Anak Yatim Dalam Al-Qur'an (Perspektif Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Zuhaili dan Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab). Undergraduate thesis, UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Text
Nur Fitriani_204104010072.pdf Download (3MB) |
Abstract
Nur Fitriani, 2024: Anak Yatim Dalam Al-Qur’an (Perspektif Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Zuhaili dan Tafsir Al-Misbah Karya Quraish Shihab).
Kata Kunci : Al-Qur’an, Anak Yatim, Wahbah Zuhaili, Quraish Shihab
Anak yatim merupakan salah satu permasalahan sosial paling mendasar yang dialami seorang anak. Berdasarkan data Kementerian Sosial, jumlah anak yatim di Indonesia mencapai sekitar 4.023.622 anak. Hal ini mengharuskan adanya warga negara ataupun lembaga seperti panti atau yayasan yang hadir bagaikan tempat perlindungan dan tumbuh sebagai generasi muda yang kelak melopori negaranya. Dengan demikian, Allah SWT telah memberikan keistimewaan yang tak terbatas kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas beban hidup anak yatim.
Fokus penelitian : 1) Bagaimana penafsiran Wahbah Zuhaili dan Quraish Shihab terkait ayat-ayat tentang anak yatim? 2) Bagaimana perbandingan Wahbah Zuhaili dan Quraish Shihab tentang penafsiran ayat-ayat tentang anak yatim? 3) Bagaimana relevansi penafsiran Wahbah Zuhaili dan Quraish Shihab tentang anak yatim pada zaman sekarang?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (Library Research). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dengan teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif komparatif, keabsahan datanya dengan meningkatkan ketekunan.
Penelitian ini mendapatkan kesimpulan : 1) Penafsiran Wahbah Zuhaili tentang anak yatim, bahwa mereka adalah anak kecil yang ayah mereka telah meninggal dunia yang belum mencapai usia baligh atau dewasa. Sedangkan Quraish Shihab mengatakan bahwa mereka adalah anak kecil yang lemah dan sendiri karena kehilangan keluarganya. 2) Perbandingan kedua mufassir, mereka setuju bahwa menguji mereka dalam mengelola harta diperlukan sebelum menyerahkannya kepada anak yatim. Namun, Abu Hanifah wajib memberikan hartanya kepada anak yatim setelah 25 tahun, tidak peduli keadaan mereka. 3) Relevansi penafsiran kedua mufassir tersebut pada zaman sekarang dapat dikatakan bahwa secara psikologis, seorang anak yang kehilangan ayahnya akan mengalami kegoncangan jiwa dan tekanan batin yang dahsyat hingga merasakan kesulitan untuk menerima kenyataan. Hilangnya figur pelindung dan penopang hidup, membuat anak merasa cemas, takut, dan menimbulkan rasa was-was. Oleh karena itu, anak yatim sangat membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan cinta yang lebih dari orang-orang sekitar mereka, di samping kebutuhan materi untuk kelangsungan hidup dan biaya pendidikan mereka.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220405 Religion and Society |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora > Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir |
Depositing User: | Mrs Nur Fitriani |
Date Deposited: | 03 Jan 2025 01:42 |
Last Modified: | 03 Jan 2025 01:42 |
URI: | http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/39166 |
Actions (login required)
View Item |