Mudrikatul, Choiriyah (2022) Tafsir Al-Qur'an Tentang Poligami: Perbandingan Penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili. Undergraduate thesis, UIN KH Achmad Siddiq Jember.
Text
MUDRIKATUL CHOIRIYAH_U20171011.pdf Download (1MB) |
Abstract
Kata Kunci: Poligami, Penafsiran Muhammad Abduh, Penafsiran Wahbah Az-Zuhaili
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami-istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan.Salah satu bentuk perkawinan dalam Islam adalah poligami. Istilah poligami ini adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. ayat Al-Qur’an yang membahas tentang poligami adalah pada QS. Al-Nisa’ ayat 3 dan 129. Ayat ini merupakan ayat yang banyak diperdebatkan pemaknaannya oleh umat Islam. Para ulama, tokoh pemikir hukum Islam kontemporer seperti Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili. Ia menafsirkan ayat ini dengan berbagai metode dan pendekatan intelektual mereka yang pada akhirnya menimbulkan kesimpulan yang berbeda-beda.
Untuk mengetahui perbedaan penafsiran tentang poligami perspektif Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili, fokus masalah yang diteliti ialah: 1)Pemikiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili tentang ayat poligami. 2)Persamaan dan perbedaan penafsiran Muhammad Abduh dan Wahbah Az-Zuhaili. Landasan teori menggunakan pendekatan tafsir muqaran dengan membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang poligami sebagai bahan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, juga didukung dengan penelitian kepustakaan library research.
Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa: 1)Muhammad Abduh dalam pembahasan poligami mengaitkan dengan QS. Al-Nisa’ ayat 3 dan 129 di dalam kitab tafsirnya bahwa poligami memiliki batasan karena tujuannya adalah menjaga hak-hak anak yatim dan peringatan kepedulian terhadap otang-orang yang tidak berdaya. Poligami merupakan solusi, Syarat utamanya adalah mampu berlaku adil. Jika tidak mampu berbuat adil, maka poligami adalah haram. Adil yang dimaksud adalah keadilan yang bersifat lahiriah, bukan bathiniyah sehingga untuk mewujudkan adil yang dimaksudkan ini sangatlah tidak mungkin. Wahbah Az-Zuhaili menyimpulakan bahwa poligami adalah sebagai solusi ketika dalam keadaan dan kondisi tertentu. Pada kesimpulannya, poligami boleh dilakukan asalkan dengan dua syarat. Pertama, adanya sikap keadilan bagi istri (segi materi berupa nafkah, perlakuan yang baik). Kedua adanya pemberian nafkah. Adil dalam hal kasih sayang bukan hal yang dituntut . Sehingga dalam hal ini, Wahbah Az-Zuhaili sangat melonggarkan praktik poligami. 2)persamaan penafsiran tentang poligami dalam pandangan dua mufasir ini ialah sepakatt bahwa poligami memiliki batasan 4, syarat adil sangat diperhatikan. Perbedaan penafsiran dua tokoh tentang poligami yang paling terlihat adalah Muhammad Abduh yang terkesan mengharamkan poligmi karena ketatnya persyaratan yang harus dilalui, sedangkan Wahbah Az-Zuhaili terkesan melonggarkan, hal ini juga dilatar belakangi oleh berbedanya kondisi sosial politik yang dimiliki oleh dua tokoh.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220403 Islamic Studies |
Divisions: | Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora > Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir |
Depositing User: | Mrs. Mudrikatul Choiriyah |
Date Deposited: | 23 Aug 2022 04:03 |
Last Modified: | 23 Aug 2022 04:03 |
URI: | http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/11465 |
Actions (login required)
View Item |