Afkarina, Izzah (2018) Kekuatan Hukum Akta Wasiat (Testamen Acte) sebagai Akta Autentik dalam Sistem Hukum di Indonesia. Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Text
IZZAH AFKARINA_083 141 011.pdf Download (11MB) |
Abstract
Wasiat (Testamen) adalah pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap harta kekayaan setelah ia meninggal dunia kelak. Pada asasnya di dalam persoalan perdata, alat bukti yang berbentuk tulisan itu merupakan alat bukti yang diutamakan atau merupakan alat bukti nomor satu jika dibandingkan dengan alat-alat bukti lainnya. Hukum Waris di Indonesia sampai saat ini masih beraneka ragam bentuknya, diantaranya ialah Hukum Kewarisan Islam, Hukum Adat dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Aturan tentang wasiat jika berdasarkan KUHPerdata maka harus dimuat dalam bentuk tulisan atau akta autentik. Sedangkan, dalam Hukum Adat dan Hukum Islam wasiat dibuat dalam 2 bentuk yakni tulis atau lisan. Hal ini dapat kita lihat dalam (KHI) Pasal 195 (1) menyatakan bahwa : “Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.” Maka dari itu, timbullah pertanyaan dari peneliti mengenai (1) Bagaimana pengaturan Akta Wasiat (Testamen Acte) dalam sistem hukum di Indonesia? (2) Bagaimana pelaksanaan Akta Wasiat (Testamen Acte) dalam sistem hukum di Indonesia? (3) Bagaimana kekuatan hukum Akta Wasiat (Testamen Acte) dan akibat hukumnya?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah Metode Kualitatif, dengan menggunakan penelitian Hukum Normatif. Kesimpulan penting dalam penelitian ini ialah (1) Pengaturan wasiat dalam sistem hukum di Indonesia yakni: Pertama, KUHPerdata di atur dalam Bab XIII Pasal 874-1022. Kedua, KHI terdapat dalam Bab V Pasal 194-209. Ketiga, Hukum Adat waris terintegrasi di dalam Hukum Adat yang hidup dalam banyak kelompok etnik dengan kekerabatan patrilineal, matrilineal maupun bilateral. (2) Pelaksanaan wasiat dalam sistem hukum di Indonesia tidak terjadi pluralitas hukum, dimana antara ketiga hukum tersebut sama-sama dilaksanakan setelah si pembuat wasiat meninggal dunia. Hanya saja, jika KUHPerdata menyarankan agar wasiat tersebut dibuat dalam suatu akta, terutama akta otentik. Lain halnya dengan KHI dan Hukum Adat yang menyatakan bahwa selama para pihak dapat membuktikan adanya suatu wasiat dan dari sanak keluarga si pembuat wasiat setuju, maka wasiat tersebut menjadi suatu ketetapan yang sah; (3) Kekuatan hukum dan akibat hukum dari ketiga sistem hukum tersebut, yakni pertama, jika dilaksanakan berdasarkan KUHPerdata sendiri maka wasiat memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (volledig bewijskracht) dan mengikat (bindende bewijskracht). Kedua, jika dilaksanakan menurut KHI dan Hukum Adat maka ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi padanya yakni jika dilaksanakan dengan cara tertulis maka akan memperoleh kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Sedangkan, jika dilaksanakan dengan cara lisan maka selama ahli waris menyetujui adanya wasiat tersebut akan memperoleh suatu ketetapan yang sah didalamnya dan harus dilaksanakan.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Subjects: | 18 LAW AND LEGAL STUDIES > 1899 Other Law and Legal Studies > 189999 Law and Legal Studies not elsewhere classified |
Divisions: | Fakultas Syariah > Ahwal As-Syakhsyiyyah |
Depositing User: | Ms Diva Magang |
Date Deposited: | 16 Feb 2023 01:47 |
Last Modified: | 16 Feb 2023 01:47 |
URI: | http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/18809 |
Actions (login required)
View Item |