Arifin, Miftahol (2025) KEPEMIMPINAN SPIRITUAL KOLEKTIF PONDOK PESANTREN DI MADURA (STUDI MULTIKASUS PADA PONDOK PESANTREN MAMBAUL ULUM, SOKOBANAH, SAMPANG DAN PONDOK PESANTREN MASHLAHATUL HIDAYAH, BLUTO, SUMENEP). Doctoral thesis, UIN KHAS JEMBER.
![]() |
Text
Disertasi FInal - Miftahol Arifin.pdf Download (24MB) |
Abstract
Abstrak
Miftahol Arifin, 2025, NIM: 0841918012. “KEPEMIMPINAN SPIRITUAL
KOLEKTIF PONDOK PESANTREN DI MADURA (Studi Multikasus pada Pondok
Pesantren Mambaul Ulum, Sokobanah, Sampang, dan Pondok Pesantren Mashlahatul
Hidayah, Bluto, Sumenep)”
Promotor: Prof. Dr. H. Moh. Khusnuridlo, M.Pd.
Ko-Promotor: Prof. Dr. H. Hepni, S.Ag., M.M.
Kata Kunci: Kepemimpinan spiritual kolektif, pondok pesantren.
Kepemimpinan spiritual kolektif dalam konteks pondok pesantren merupakan
suatu konstruksi kepemimpinan yang menjadikan nilai-nilai spiritual sebagai landasan
utama dalam membimbing sikap dan praktik kepemimpinan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji secara mendalam serta memformulasikan model kepemimpinan spiritual
kolektif yang diterapkan di Pondok Pesantren Mambaul Ulum, Sokobanah, Sampang
dan Pondok Pesantren Mashlahatul Hidayah, Bluto, Sumenep, yang masing-masing
merepresentasikan karakteristik budaya pesantren Madura yang beragam. Penelitian ini
diarahkan oleh empat pertanyaan pokok: (1) Bagaimana karakter relasi antara pemimpin
dan pengikut dalam kerangka kepemimpinan spiritual kolektif? (2) Bagaimana
mekanisme pelaksanaan kekuasaan, otoritas, dan komunikasi? (3) Strategi apa yang
digunakan untuk menumbuhkan dan mempertahankan budaya religius? dan (4)
Bagaimana implikasi kepemimpinan spiritual kolektif terhadap performa santri?
Landasan teori dalam penelitian ini merujuk pada teori kepemimpinan spiritual
Fry (2003) yang menekankan visi, keyakinan, dan kasih sayang altruistik sebagai elemen
inti yang menopang perilaku kepemimpinan yang bermakna secara spiritual. Selain itu,
konsep kepemimpinan kolektif diuraikan melalui teori kepemimpinan bersama (shared
leadership) dari Pearce dan Conger (2003) yang menjelaskan pembagian peran
kepemimpinan secara kolaboratif di antara beberapa pengasuh dalam satu lembaga.
Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan
studi multikasus. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara mendalam, observasi
partisipatif, dan analisis dokumen, kemudian dianalisis dengan metode deskriptif-analitis
melalui pendekatan fenomenologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hubungan antara pemimpin dan
pengikut di kedua pondok pesantren dibentuk oleh ikatan spiritual dan kultural yang erat.
Di Mambaul Ulum, hubungan tersebut cenderung bersifat hierarkis namun partisipatif,
dengan semangat khidmah (pengabdian) dan barakah (keberkahan). Sebaliknya, di
Mashlahatul Hidayah hubungan lebih didominasi oleh senioritas dan karisma pengasuh.
(2) Terdapat perbedaan dalam pengelolaan otoritas dan komunikasi: Mambaul Ulum
menerapkan pola kepemimpinan yang lebih demokratis dan sistematis, sedangkan
Mashlahatul Hidayah lebih formal dan berpegang pada struktur konvensional. (3)
Strategi pengembangan budaya religius di Mambaul Ulum lebih partisipatif dan inovatif,
sementara Mashlahatul Hidayah menekankan pelestarian praktik spiritual tradisional. (4)
Praktik kepemimpinan spiritual kolektif berpengaruh positif terhadap performa santri:
Mambaul Ulum mampu menghasilkan santri yang adaptif, aktif secara sosial, dan
berorientasi pada pengabdian masyarakat, sedangkan Mashlahatul Hidayah unggul
dalam mencetak santri yang disiplin dengan kemampuan hafalan yang baik.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada khazanah kajian
kepemimpinan di lembaga pendidikan Islam dengan memperkaya pemahaman empiris
dan teoretis mengenai bagaimana kepemimpinan spiritual kolektif dapat memperkuat
budaya religius dan meningkatkan perkembangan peserta didik di berbagai konteks
pesantren.
iv
Abstract
Miftahol Arifin, 2025, Student ID: 0841918012. “COLLECTIVE SPIRITUAL
LEADERSHIP IN MADURA AT ISLAMIC BOARDING SCHOOLS (A Multi-Case
Study at Mambaul Ulum Islamic Boarding School, Sokobanah, Sampang, and
Mashlahatul Hidayah Islamic Boarding School, Bluto, Sumenep)”
Promoter: Prof. Dr. H. Moh. Khusnuridlo, M.Pd.
Co-Promoter: Prof. Dr. H. Hepni, S.Ag., M.M.
Keywords: Collective spiritual leadership, Islamic boarding schools.
Collective spiritual leadership within the context of Islamic boarding
schools (pesantren) represents a distinctive leadership construct in which spiritual
values serve as the cornerstone for guiding leadership attitudes and practices. This
research aims to investigate and conceptualize the model of collective spiritual
leadership practiced at Mambaul Ulum Islamic Boarding School, Sokobanah,
Sampang, and Mashlahatul Hidayah Islamic Boarding School, Bluto, Sumenep—
each of which embodies unique aspects of Madurese pesantren culture. The study
is guided by four principal research questions: (1) What characterizes the leader
follower relationship within the framework of collective spiritual leadership? (2)
How are power, authority, and communication operationalized? (3) What strategies
are employed to nurture and sustain a religious culture? and (4) What are the
implications of collective spiritual leadership for students’ performance?
The theoretical foundation of this study draws upon Fry’s (2003) spiritual
leadership theory, which emphasizes vision, faith, and altruistic love as the core
elements
underpinning
spiritually
meaningful
leadership
behavior.
Complementarily, the notion of collective leadership is explored through Pearce
and Conger’s (2003) shared leadership theory, which conceptualizes leadership
roles as collaboratively distributed among multiple caretakers within the same
institution. Methodologically, this study adopts a qualitative multi-case study
approach. Data were collected through in-depth interviews, participatory
observation, and document analysis, and subsequently analyzed using a descriptive
analytical method supported by a phenomenological perspective.
The findings indicate that: (1) The leader-follower relationship in both
pesantren is strongly shaped by intertwined spiritual and cultural bonds. At
Mambaul Ulum, the relationship tends to be hierarchical yet participatory,
reflecting an ethos of khidmah (service) and barakah (spiritual blessing). In
contrast, Mashlahatul Hidayah exhibits a more seniority-based and charisma-driven
relational dynamic. (2) Variations exist in the management of authority and
communication processes: Mambaul Ulum demonstrates a more democratic and
systematized governance style, whereas Mashlahatul Hidayah remains more formal
and adheres to conventional structures. (3) Strategies for fostering a religious
culture at Mambaul Ulum are characterized by greater participation and innovation,
while Mashlahatul Hidayah places a stronger emphasis on preserving traditional
spiritual practices. (4) The practice of collective spiritual leadership positively
influences students’ performance: Mambaul Ulum tends to produce students who
are adaptive, socially active, and community-oriented, while Mashlahatul Hidayah
is more successful in producing disciplined students with outstanding memorization
abilities.
This study contributes to the discourse on leadership within Islamic
educational institutions by providing an empirical and theoretical understanding of
how collective spiritual leadership can reinforce religious culture and enhance
student development in diverse pesantren contexts.
v
Item Type: | Thesis (Doctoral) |
---|---|
Subjects: | 22 PHILOSOPHY AND RELIGIOUS STUDIES > 2204 Religion and Religious Studies > 220402 Comparative Religious Studies |
Divisions: | Program Doktoral > Manajemen Pendidikan Islam |
Depositing User: | Miftahol Arifin |
Date Deposited: | 15 Jul 2025 02:35 |
Last Modified: | 15 Jul 2025 02:35 |
URI: | http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/48431 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |